Sabtu, 04 November 2023

Pentingnya Mempelajari dan mendalami Ilmu Hadits

Jarak waktu yang cukup lama antara Rosululloh shollallohu alayhi wasallam dan para penghimpun hadits serta adanya perbeda'an visi dan misi politik mazhab menambah rumitnya pembuktian autentisitas hadits. 

Oleh karena itu penelitian sanad dan matan hadits sangat penting di dalam kajian 'Ilmu hadits. Karena posisi hadits sebagai bayan Qur'an dan sumber hukum Islam setelah Al-Qur'an sangat penting, maka di dalam penghimpunannya, di perlukan ketelitian yang sunguh-sungguh. Ini menjadi landasan penemuan metodologi yang tepat agar hadits itu benar-benar dapat di pertanggung jawabkan secara Ilmiah dan aqidah. 

Ilmu Hadits Sebagai sumber Pemikiran Serta Pentingnya Mempelajari Dan Mendalami ilmu hadits

 Pada sa'at Rosululloh shollallohu alayhi wa ala alyhi wa sallam wafat, dan masalah yang di hadapi oleh para Sohabat Rodiyallohu ta 'ala anhum sepeninggalnya adalah kodifikasi Al-Qur'an dalam satu mushaf. 

 Pada generasi Tabi'in (murid Sohabat), masalah yang muncul ialah kodifikasi segala yang di nisbahkan kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa 'ala aalyhi wa sallam, yaitu berupa perkata'an, perbuatan, takrirnya (pengakuan), atau yang di sebut sunnah. Para Sohabat Rodiyallohu ta ala anhum tidak begitu banyak menemukan banyak kendala dalam kodifikasi Al-Qur'an, karena tugas panitia kodifikasi hanya terbatas pada naskah pengumpulan Al-Qur'an.

 Naskah yang sudah berada di tangannya para Sohabat Rodiyallohu ta ala anhum akan di cocokan dengan hafalan para Sohabat Rodiyallohu ta 'Alaa anhum yang lainnya secara mutawatir (di ketahui orang banyak, terkenal dan umum) mereka terima dari Rosululloh shollallohu alayhi wa sallam, dan secara Ilmiah dapat di pastikan sebagai ayat Al-Qur'an. 

Lain halnya dengan kodifikasi hadits yang banyak di riwayatkan secara ahad (diriwayatkan secara terbatas, seorang, dua orang atau tiga orang).

Ternyata Hadits lebih banyak di hafal oleh para Sohabat Rodiyallohu ta 'Alaa anhum ketimbang di dalam catatan mereka, Ini merupakan salah satu bentuk rasa kecintaan para Sohabat Rodiyallohu ta 'ala anhum terhadap Rosululloh Shollallohu alaiyhi wa 'ala alihi wa sallam, sekaligus menjaga ke aslian hadits dari tangan-tangan yang jahil. Oleh karna itu pentingnya mempelajari dan mendalami ilmu hadits itu adalah wajib hukumnya.

Pada zaman Rosululloh shollallohu alayhi wa 'ala aalyhi wa sallam, para Sohabat Rodiyallohu ta 'Alaa anhum sempat di izinkan untuk mencatat Hadits dalam catatan mereka sekaligus mempelajarinya, akan tetapi tergolong sangat sedikit. 

Selanjutnya hadits yang sempat di hafal oleh mereka dan yang di catat akan segera mereka sebarkan keseluruh penjuru, baik untuk keperluan jihad, dakwah maupun dalam berdagang. 

 Landasan metodologi hadits tersebut, baik terlihat dari aspek sanad (transmisi atau sandaran) maupun matan (redaksi atau isi kandungan) yang sudah di lakukan oleh para Sohabat awalun (generasi pertama) di antaranya ialah: 

 1. Abu Bakar as-Siddik (573-634). 
2. Umar bin Khittab (581-644). 
3. Usman bin Affan (576-656).  
4. Ali bin Abi Tholib (603-661). 
5. Aisyah binti Abu Bakar (614-678) beserta para Sohabat yang lainnya. 

 Dengan demikian hubungan fungsional dan struktural antara Qur'an dan Hadits akan sesuai dengan proporsinya. Hadits berfungsi sebagai bayan atau penjelasan tentang isi Al-Qur'an dan sebagai sumber hukum-hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an. 

 Tidak boleh ada pertentangan diantara Qur'an dan Hadits, karena keduanya merupakan sumber hukum Islam yang di sepakati oleh para Ulama dan seluruh kaum Muslimin. Jika secara lahiriah terdapat bertentangan, maka Matan dan Sanad Hadits har Jejak para Sohabat Nabi Shollallahu alaihi wasallam yang senantiasa menghafal dan mengumpulkan hadits kemudian di ikuti oleh Tabi'in, atba Tabi'in (murid tabi'in) dan kemudian di ikuti oleh 'Ulama generasi berikutnya dan yang seterusnya di ikuti oleh para pecinta 'Ilmu hadits, dan semua dari mereka senantiasa memelihara hadits, menepis, serta memisahkan dari yang bukan hadits.

 Kegiatan Ilmiah di dalam mengumpulkan hadits, itu semua tidak lepas dari tanggung jawab mereka terhadap sumber ajaran Islam yang kedua agar tidak punah di telan masa. 

 Di lihat dari sejarahnya, perhatian 'Ulama dalam menela'ah, meneliti dan mengkritik hadits amatlah besar. Mereka menelusurinya sejak zaman klasik hingga ke zaman moderen, hingga tidak ada satu generasi dari abad ke abad yang terlewat dari pembahasan tentang masalah hadits, baik yang membelanya ataupun yang mengingkarinya.

Perhatian terhadap hadits bukan hanya di lakukan oleh pakar Muslim, tetapi juga di lakukan oleh kaum orientalis.

 'Umar bin Abdul Aziz (682-720) adalah seorang tabi'in sekaligus sebagai khalifah, untuk yang pertama kalinya berinisiatif mengkodifikasi hadits secara resmi, yakni dengan mengirim surat undangan kepada para gubernur di masa kekhalifa'annya agar menyampaikan kepada para 'Ulama di daerah masing-masing untuk menghimpun hadits serta menelitinya secara khusus, mana yang Shohih dan mana yang tidak shohih. 

 Diantara gubernur yang menanggapi terhadap surat tersebut ialah Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm (w.117 H/735 M), gubernur Madinah. Ia menugaskan Muhammad bin Muslim bin Sihab az-Zuhri (w.124 H/742 M), seorang 'Ulama hadits di Madinah, untuk menyeleksi segala yang di nisbahkan kepada Rasululloh Shallallohu Alaihi Wa Sallam.

 Sebelumnya itu Abdul Aziz bin Marwan (685-704) telah mengeluarkan ide ini, hanya saja tugas ini tidak di laksanakan. Sejak perintah Umar tersebut di keluarkan, kegiatan ilmiah ini terus berlanjut hingga abad ke 4 seterusnya sampai abad ke 5 H, walaupun pemerintah Islam sering berganti dari suatu dinasti ke dinasti yang lain, begitu juga Ibu kota Negara sering berpindah dari satu kota ke kota yang lainnya.

 Abad ke 2 H, Imam Malik bin Anas (94 H/716 M--179 H/795 M), seorang atba' Tabi'in yang sekaligus sebagai seorang 'Ulama fikih dan hadits kenama'an di Madinah. Imam Malik bin Anas berhasil menghimpun hadits dalam kitab al-Muwatta' (artinya di sepakati, karna sebanyak 70 'Ulama Madinah menyepakati isi kitab ini). ‌Kitab al Muwatta' tidak sepenuhnya berisi hadits Nabi Shollallahu alaihi wa 'ala aalyhi wa sallam, karna di dalamnya terdapat atsar para Sohabat Radiyallahu ta 'ala anhuma, dan fatwa para Tabi'in.

 Pada abad ini ada juga kitab lain, antara lain al-Umm (kitab induk atau rujukan utama) karya al-Imam asy-Syafi'i Rohimahullohu ta ala yang memuat hadits Nabi Shollallahu alaihi wa 'ala aalyhi wa sallam. Sejak abad ke 2 H para 'Ulama mulai menyusun kitab hadits dan meletakkan pula landasan epistemologinya. 

 Modifikasi hadits mulai puncaknya pada ke 3 H, yaitu dengan munculnya kitab al-Musnad (kitab hadits yang di susun berdasarkan nama Sohabat yang meriwayatkannya) dan al-Musnaf (kitab hadits yang di susun berdasarkan pokok bahasan, seperti halnya kitab fikih) yang berbentuk kitab Shohih (shohih, sah, valid) dan Sunan (kitab hadits yang di dalamnya ada hadits shohih, hasan, dan dho'if). 

 Di dalam menyesun kitab hadits, para muhadits tidak hanya mengumpulkan hadits tanpa di sertai dengan penyusunan kitab lain yang melengkapinya, yakni kitab yang berkaitan dengan Ilmu hadits, seperti: ‌ ‌kitab Rijal (membahas rowi hadits dari segi sebagai rowi hadits), 'Ilal (membahas teori yang berkaitan dengan hadits yang di nilai cacat), dan Tarikh (membahas sejarah perowi hadits), 

misalnya al-Imam Bukhori Rohimahullohu ta 'Alaa menyusun kitab al-Adab Mufrod serta kitab Tarikh (buku sejarah). al-Imam Muslim Rohimahullohu ta 'ala menyusun kitab 'Ilal, selanjutnya banyak bermunculan kitab 'Ilal, Tarikh, dan Rijal, seperti karya al-Imam at-Tirmidzi (Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa Dahhak as-Sulami al-Bugi (209 H/825 M-279 H/893 M), Abu Muhammad Abdurroman Ibnu Abi Hatim (w.328 H/949 M), Abu Hasan bin Umar bin Mahdi bin Mas'ud bin Dinar bin Abdulloh al-Baghdadi ad-Daraqutni (306 H/919 M-385 H/995 M). Dan al-Hakim Abu Abdulloh Muhammad bin Abdulloh bin Muhammad Ibnu Hamdawaih bin Nu'aim ad-Dabi at-Tahmani an-Naisaburi (321 H/933 M-405 H/1015 M).

Ringkasnya para 'Ulama mengumpulkan hadits Nabi Shollallahu alaihi wa 'ala aalyhi wa sallam tentunya terlebih dahulu menentukan status hadits yang akan mereka simpan di dalam kitab mereka. 

 Karya yang paling monumental pada abad ke 3 H yakni kitab hadits yang di sebut al-Kutub as-Sittah. Keberada'an al-Kutub as-Sittah (enam kitab hadits), kitab yang di susun oleh enam 'Ulama hadits abad ke 3 H, tampaknya belum dapat meliput segala hadits Nabi shollallahu alaihi wa 'ala aalyhi wa sallam, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun kelengkapan sanad beserta matannya. 

 Oleh karna itu 'Ulama hadits pada abad ke 4 dan abad ke 5 H masih berlomba menghimpun dan menepis hadits dengan berbagai cara yang di anngap tepat. Di antara mereka 'Ulama yang mengikuti sistematika yang di gunakan 'Ulama pada abad sebelumnya, seperti penyusun kitab yang di beri nama al-Mustakhraj (kitab hadits yang penyusunnya yang mengambil hadits dari 'Ulama sebelumnya, lalu menggunakan jalan periwayatan atau transmisi yang berbeda dari 'Ulama sebelumnya itu), seperti Abu Nuaim al-Isfahani (w. 430 H/1038 M). 

 Dan ada pula yang menambahkan apa yang belum terhimpun dalam Shohihain (dua kitab shohih, Shohih al-Bukhori dan Shohih Muslim) dengan menyusun kitab yang di namai al-Mustadrak 'ala as-Shohiain (kitab yang di susulkan terhadap kitab Shohih al-Bukhori dan Shohih Muslim), sebagaimana yang di lakukan oleh al-Hakim Abu Abdulloh Naisaburi. 

 Adapula 'Ulama yang mengkritik terhadap hadits yang di himpun 'Ulama sebelumnya, baik kritik Matan maupun Sanad. Kritik matan yang paling keras adalah kritik yang di lakukan oleh 'Ulama Mu'tazilah, yakni 'Ulama dari rasionalis Islam yang banyak mengkritik matan hadits.

 Kalangan Muktazilahpun hanya menerima hadits Mutawatir, contohnya seperti  Ishak Ibrohim bin Sayyar an-Nazzam (185 H/ 801 M-231 H/846 M). Kritik sanad hadits juga pernah di lakukan oleh Abu Hasan bin 'Umar ad-Daroqutni terhadap kitab Shohiain.

 Juga muncul banyak 'Ulama, seperti Abu Muhammad Abdulloh bin Muslim bin Qutaibah (w 276 H/890 M). Dan yang membantah kritikan Mu'tazilah baik matan maupun sanad ialah Abu Muhammmad Abdurrohman bin Hatim ar-rozi (277 H/891 M). Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Abdul Malik bin Salah al-Azdi at-Tahawi (w 321 H/933 M) adalah salah seorang yang telah mengkritik kitab Tarikh,  karya al-Imam Bukhori Rohimahullohu ta 'Alaa.

Banyak yang menganalisis hadits yang di anggap Mukhtalaf (di perselisihkan), dan al-Hakim Abu Abdillah an- Naisaburi mempertahankan menganalisis keberadaan sanad sebagai metode Ilmiah di dalam seleksi hadits. 

Ahmad bin Husain bin Ali Abu Bakar al-Baihaqi (384 H/994 M-458 H/1066 M), Abu Bakar al- katib al-Baghdadi (w 463 H/1071 M), Abu Nu'aim al-Isfahani, Ibnu Asir, Ibnu Hajar al-Asqolani (773 H/1372 M-852 H/1449 M), dan lain-lain, merupakan antitesis terhadap kritikan yang di rekomondasikan oleh golongan Mu'tazilah. 'Ulama hadits hendak membuktikan bahwa kebenaran hadits yang di himpun dan statusnya di tentukan secara kualitatif dapat di pertanggung jawabkan secara Ilmiah. 

 Dalam menghimpun kitab hadits, 'Ulama tidak hanya menyusunnya berdasarkan aspek ontologis, sebagaimana munculnya kitab Musannaf (penyusun kitab hadits berdasarkan topik atau pokok masalah), Musnad (penyusun kitab hadits berdasarkan Sohabat yang menerima hadits),dan Mu'jam (indeks hadits) merupakan ilmu Riwayah, tetapi juga meliputi aspek epistemologi (ilmu dirayah) berupa kritik sanad dan matan. 

 Adanya pembagian Ilmu Riwayah (periwayatan) dan Dirayah (metode seleksi atu kritik mempunyai manfa'at tersendiri bagi pembaca dan peminat kitab hadits. Kedua Kitab tersebut tidak dapat di pisahkan di dalam menentukan status ilmu hadits. Apabila ilmu riwayah lebih berfokus di dalam ketetapan di dalam menghimpun segala yang di nisbahkan kepada Rosululloh sollollohu 'alaihi wasallam, maka ilmu riwayah lebih minitikberatkan masalah yang di terima atau tidaknya sesuatu yang di nisbahkan kepada Rasululloh Shallallohu Alaihi Wa Sallam. 

 Walaupun ilmu riwayah dan dirayah yang di susun oleh hadits tersebut mempunyai prinsip dan istilah yang sama atau hampir bersama'an, dalam perincian dan aplikasi konsepnya ilmu riwayah dan dirayah yang berkaitan dengan ilmu hadits berbeda satu sama lain. 

 Perbeda'an di dalam aplikasi ini akan tampak ketika ada hadits yang di sebut shohih oleh hadits tertentu dan yang di anggap lemah oleh yang lainnya. Operasionalisasi konsep tentang hadits, sunnah, hadits shohih (autentik), hasan (baik), dan dho'if (lemah), memiliki nuansa tertentu diantara 'Ulama yang satu dengan 'Ulama yang lainnya. Demikian pula ada perbedaan diantara 'Ulama yang satu dengan yang lainnya dalam hal pengamalan hadits yang di anggap dho'if.

 Al-Imam Bukhori dan al-Imam Muslim Rohimahullohu ta 'ala juga berbeda dalam mengoperasionalkan konsep hadits Mu'an'an ( hadits yang di terima dengan menggunakan lafal an [dari]), pada hal al-Imam Muslim adalah murid dari al-Imam Bukhori Rohimahullohu ta 'Alaa. 

Tidak semua 'Ulama yang berkecimpung di bidang hadits menyusun ilmu dirayah secara sistematis. Ada yang metodenya berserakan dalam berbagai kitab karangannya atau ada yang pendapatnya sempat di rekam oleh muridnya atau hanya sekedar di tafsirkan oleh murid dan pengagumnya. Ada kitab ilmu Dirayah yang disusun tidak secara sistematis dan adapula yang di satukan dengan kitab hadits yang di susun, sebagaimana yang di lakukan oleh al-Imam Muslim di dalam kitab Jami' (kompilasi). Al-Imam asy-Syafi'i Rohimahullohu ta 'Alaa memasukan metode haditsnya itu di dalam Ar-Risalah (kitab pesan), suatu kitab yang sebenarnya merupakan metode di dalam menentukan hukum Islam secara umum. Di samping itu ada pula 'Ulama yang mengkhususkan Ilmu hadits dalam kitab tertentu dan menyusunnya secara sistematis. Karya yang menghimpun metode keshohian hadits ini dengan 'Usul al-Hadits (dasar ilmu hadits), Ulum al-Hadits (Ilmu hadits), Ma'rifah 'Ulum al-Hadits (pengetahuan tentang Ilmu hadits, 'Ilm Dirayah al-Hadits (ilmu tentang metode seleksi Ilmu hadits), dan 'Ilm Mustalah al-Hadits (ilmu istilah hadits).

Di bawah ini adalah daftar 'Ulama yang berjasa di dalam menyusun kitab yang berkaitan dengan 'Ilmu Hadits, di antaranya:

1. Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi (w. 360 H/971 M), dengan karya al-Muhaddits al-fasil bain ar-Rawi wa al-wa'y (ahli hadits yang membedakan perowi dan pemerhati hadits). 

 2. Al-Hakim Abu Abdulloh an-Naisaburi, dengan kitab al-Madkhal Ila kitab al-Iklil (pengantar terhadap kitab mahkota) dan Ma'rifah Ulum al-hadits (pengetahuan tentang Ilmu hadits).

 3. Abu Bakar al-katib al-Baghdadi, dengan kitab al-jami' il al-adab ar-Rawi wa as-Sami', (kompilasi peraturan perowi dan pendengar hadits) dan al-Kifayah fi 'Ilm ar-Riwayah (buku yang memadai dalam 'ilmu-'ilmu hadits).

 4. Qodi Iyad, dengan kitab al-Ilma' ila Ma'rifah Usul ar-Riwayah wa at-Taqyid wa-Sama' (buku panduan terhadap pengetahuan dasar-dasar periwayatan, pencatatan, dan apa yang di dengar). 

 5. Abu Amr Usman bin Abdurrohman as-Syahrazuri atau yang biasa di sebut dengan Ibnu Salah (w 643 H/1245 M), dengan kitab Nuqoddimah Ibn Salah fi 'Ulm al-Hadits).

Kitab ini merupakan puncak karya 'Ulama 'Ilmu hadits, mereka itu adalah tokoh Usul al-hadits. 'Ulama sesudahnya hanyalah pemberi syarah (uraian), ikhtisar (ikhtisar) dan talkis (ringkasan) kitab tersebut di atas. 
  'Ulama sesudahnya yang terkenal dalam menyusun 'Ilmu Hadits ialah: 

Al-Iraqi, dengan karya Al-Fiyah al-Iraqi, (seribu bait karya al-Iraqi) dan at-taqyid wa al-Idah (penulisan dan penjelasan). - Ibnu Hajar al-Asqolani menyusun karya Syarh Nukhbat al-Fikr fil Mustholah Ahl Asar (uraian tentang karya Intelektual pilihan dalam istilah ahli hadits).  - an-Nukat 'ala Ibn Salah (kritik mendalam atas karya Ibu Salah). Selanjutnya pada zaman modern seperti sekarang ini terdapat banyak pula yang menela'ah terhadap kitab karya Ilmu haditsnya.

Sebagai penutup penulis berpesan kepada pribadi penulis sendiri dan seluruh kaum Muslimin, agar jangan merasa bosan untuk mempelajari 'Ilmu Agama,  terkhusus 'Ilmu yang berkaitan dengan 'Ilmu-'Ilmu Hadits. 

 Wallohuta 'ala a'lam bisshowab.

Pentingnya Mempelajari dan mendalami Ilmu Hadits Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Gusari bethan

0 komentar:

Posting Komentar

Assalamualaykum
Berilah komentar dengan menjaga adab